Sustainability in Materials Engineering: utility, pollution and waste management
-
-
- Tempat dan Waktu:
- R. Seminar Lt. 1 Perpustakaan Pusat ITB
- Senin, 30 April 2018, 08.30 – 11.00 am
- Speaker:
- Parvez Alam Ph.D. Ceng. Doc, FIMMM (School of Engineering, Institute for Materials and Processes, The University of Edinburgh)
- Tempat dan Waktu:
-
Bandung, SITH.ITB.AC.ID –“Sustainability Materials Engineering : Utility, Pollution and Waste Management” manjadi tema yang diangkat dalam kuliah biomanajemen pada tanggal 30 April 2018. Materi ini diberikan oleh Parvez Alam, PhD, CEng, Doc, FIMMM dari Universitas Edinburgh. Kuliah dimulai dengan mengulas sejarah pembuatan pesawat terbang. Pesawat terbang pertama kali dibuat oleh Wright bersaudara dengan bahan dasar kayu. Kemudian bertransformasi dengan bahan alumunium pada periode Perang Dunia 1 dan 2. Berbagai riset dan inovasi dilakukan untuk menemukan material yang paling efisien sebagai bahan pesawat. Hingga akhirnya material komposit karbon digunakan pada pesawat Boeing 777. Komposit karbon memiliki nilai efiesiensi paling tinggi dan dapat menghemat penggunaan bahan bakar. Penggunaan komposit karbon sebagai bahan pembuatan pesawat semakin didukung oleh kebijakan lingkungan. Terlihat bahwa kebijakan dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendorong penggunaan material ramah lingkungan.
Bahan material yang kita gunakan diperoleh dengan cara-cara yang seringkali tidak bertanggung jawab. Laptop, smartphone, baju, mobil dan hampir semua aktivitas kehidupan bergantung pada material ini. Kebutuhan material dalam jumlah banyak menyebabkan kerusakan alam baik di daratan maupun dalam lautan. Salah satu contohnya adalah pembukaan jalan di pegunungan dilakukan dengan mountaintop removal mining (MTR). Puncak gunung diledakkan untuk membuka akses batubara. Penggalian dibawah laut yang merusak ekosistem laut dan penebangan hutan secara ilegal.
Kebutuhan material terus meningkat secara eksponensial. Perusahaan berlomba – lomba menemukan lokasi tambang dan menggeruk sumber daya yang ada. Namun, sampai kapan material dari logam dan mineral ini mampu memberikan keuntungan? Apakah generasi selanjutnya dapat merasakan kekayaan alam yang kita nikmati saat ini? Dunia pertambangan mengenal istilah economically recoverable. Maksudnya, jumlah sumber daya yang diekstrak dapat memberikan keuntungan ekonomi karena ketersediaannya dapat menutupi biaya teknis. Namun, tiap tahun jumlahnya terus menurun dan tidak mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan.
Masalah lain yang terjadi setelah konsumsi adalah sisa material yang tidak dimanfaatkan menjadi sampah. Sebanyak 40% sampah keemasan berakhir di lautan. Indonesia menjadi negara kedua penghasil sampah terbanyak di dunia setelah Cina. Padahal jika dicermati populasi Indonesia tidak sebanyak populasi India dan Amerika Serikat. Tapi, regulasi India dan Amerika lebih baik dan dapat membantu mengurangi sampah di negaranya.
Lantas apa yang harus kita lakukan untuk menyelesaikan masalah ini? Menuntut pemerintah untuk membuat berbagai peraturan? Hal tersebut membutuhkan proses yang panjang dan kadang tidak memberikan hasil. Pak Parvez membahas 4 solusi yang diharapkan dapat mengurangi permasalahan terkait material. Pertama, mendukung material yang berbahan natural. Misalnya, Lignin dan selulosa yang telah direstrukturisasi memiliki kekuatan seperti besi. Jaring laba – laba diketahui memiliki kekuatan yang lebih dari baja. Kedua material ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut sebelum siap diproduksi masal. Melalui teknologi komposit, material logam mungkin dapat digantikan dengan sumberdaya yang dapat diperbaharui. Kedua, pengolahan sampah melalui destruksi termal atau destruksi oleh agen biologis. Namun, penggunaan insenerator akan menghasilkan polusi udara dan agen biologis bisa mengubah keseimbangan ekosistem. Ketiga, melakukan daur ulang sampah. Sisa keemasan botol plastik dan logam besi adalah material yang dapat didaur ulang dan memberikan nilai ekonomi. Perlu usaha untuk mengumpulkan sampah ini. Mengingat banyak masyarakat yang belum mampu membuang sampah pada tempatnya. Terakhir, mengubah kebiasaan masyarakat melalui edukasi. Bijaksana dalam menggunakan suatu produk dapat memberikan dampak positif. Jika merasa sudah dapat membuang sampah pada tempatnya, bantulah orang lain untuk melakukan hal yang sama. Perubahan yang berarti selalu dimulai dari diri sendiri. Semua permasalahan akan selesai jika kita mau menjadi bagian dari solusi.
Penulis : Rizqy Fachria