Enter your keyword

Masalah dan Tantangan Beras Di Indonesia Serta Strategi Penanganannya

Masalah dan Tantangan Beras Di Indonesia Serta Strategi Penanganannya

Masalah dan Tantangan Beras Di Indonesia Serta Strategi Penanganannya

    • Tempat dan Waktu:  
      • Ruang Seminar Lantai 3 Labtek XI, SITH, ITB.
      • 8 Maret 2018, 08.00 – 11.00 am
    • Speaker:
      • Prof. Dr. Ir. Anton Apriyantono Ms (Menteri Pertanian 2004-2009)

    Pada masa kepemimpinannnya sebagai Mentri Pertanian, Pak Anton pernah membawa Indonesia
    pada swasembada beras disaat negara lain kekurangan beras. Strategi apa yang diterapkan saat
    itu? Tantangan apa saja yang dihadapi ketahanan pangan Indonesia saat ini? Penjelasan berikut
    memberikan pemahaman yang mendalam dan holistik tentang ketahanan pangan Indonesia.
    Pemahaman Mengenai Ketahanan Pangan
    Saat ini, banyak pemahaman masyarakat tentang kemandirian pangan yang menyimpang.
    Kemandirian pangan diartikan sebagai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dari
    dalam negeri tanpa bergantung dari siapa pun (impor). Ini adalah pemahaman yang menyesatkan.
    Apakah Indonesia bisa berhenti mengkonsumsi makanan terbuat dari terigu? Seperti mie dan
    roti, keduanya berasal dari biji gandum yang diimpor. Indonesia tidak cocok untuk menanam
    gandum. Jika menggunakan pemahaman tersebut, Indonesia tidak akan mencapai kemandirian
    pangan. Bagaimana dengan Singapura dan Saudi Arabia? Keduanya mengimpor buah dan
    sayuran dari Indonesia. Apakah mereka disebut negara yang tidak mandiri?
    Dalam UU No 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
    Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjelaskan mengenai ketahanan pangan, kemandirian
    pangan dan kedaulatan pangan. Ketahanan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah

    tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman,
    merata, dan terjangkau. Kemandirian pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri
    yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan
    pangan yang cukup di tingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga
    yang terjangkau, yang didukung oleh sumber sumber pangan yang beragam sesuai dengan
    keragaman lokal. Terakhir, kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara
    mandiri dapat menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin atas hak pangan bagi
    rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem pertanian
    pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
    Indonesia harus memiliki kecukupan stok bahan pangan dari mana pun asalnya dengan kualitas
    bagus dan terjangkau. Aspek keterjangkauan oleh masyarakat sering menjadi masalah. Harga
    pangan di Indonesia bersifat sangat fluktuatif. Sering kali ketika harga bahan pokok, seperti
    beras dan cabe naik, banyak menuai protes dari masyarakat. Namun, disaat harga turun, rasanya
    jarang ada yang memprotes. Itu pertanda kurangnya keberpihakan masyarakat kepada petani.
    Selain itu, Indonesia belum berdaulat pangan karena masih sering didikte oleh perusahaan besar.
    Kelemahan Indonesia yang sudah menjadi rahasia umum adalah banyak didikte oleh korporasi.
    Pendiktean terbesar Indonesia terjadi pada 15 Januari 1998 oleh IMF, sejarah mencatatnya
    sebagai kekalahan di tangan pilar ekonomi liberal dunia. Sudah seharusnya pemerintah membuka
    persaingan pasar secara sehat untuk menciptakan harga yang stabil. Kunci dari permasalahan ini
    adalah adalah keterbukaan. Ketika terjadi persaingan secara terbuka, tidak memihak hanya pada
    salah satu korporasi, harga produk akan stabil. Selain itu, diplomasi juga memegang peranan
    penting. Para perwakilan diplomasi harus mampu menunjukkan Indonesia memiliki harga diri
    dan kemampuan. Hasil diplomasi tentang impor-ekspor harus menguntungkan kedua belah
    pihak.
    Mengenali potensi Indonesia.
    Sebaiknya kita mengingat kembali alasan penjajah datang ke Indonesia. Portugis dan Belanda
    datang ke Indonesia untuk mengambil tanaman rempah – rempahan. Bukan untuk mengambil
    kedelai di Indonesia. Pertanda bahwa masyarakat belum memahami potensi Indonesia secara
    keseluruhan. Saat ini Indonesia sedang menargetkan swasembada kedelai. Perlu diketahui bahwa
    kedelai adalah tanaman subtropis, maka produktivitasnya di negara tropis tidak akan maksimal.
    Program ini memaksa petani untuk menanam komoditas yang tidak menguntungkan.
    Keuntungan dari satu ha lahan kedelai hanya berkisar Rp 6.000.000,-. Beda ceritanya jika
    menanam komoditas yang bernilai tinggi. Misalnya, vanili, salah satu jenis yang dicari dunia.
    Harga vanili seberat satu kg adalah Rp 1 juta. Brazil memiliki lahan seluas 20 juta ha khusus
    ditanami kedelai, sedangkan Indonesia hanya mampu mencanangkan 500 ribu ha untuk kedelai.
    Maka dapat diperkirakan harga kedelai impor lebih bersaing dibandingkan kedelai lokal akibat
    jumlah produksi negara lain lebih banyak. Sebaiknya jangan paksa petani untuk menanam
    produk yang tidak mensejahterakan mereka. Beri pengetahuan kepada petani komoditas apa saja

    yang memiliki nilai jual tinggi dan berikan pelatihan. Bukankah lebih baik lahan Indonesia yang
    terbatas digunakan untuk komoditas yang bernilai jual tinggi agar petani sejahtera?
    Strategi Ketahanan Pangan
    Ketahanan pangan dimulai dari proses produksi, konsumsi, distribusi dan keterjangkauan. Yang
    ditekankan adalah konsumsi. Mindset orang Indonesia “belum makan, kalau belum makan nasi”
    dapat berujung pada defisiensi beras. Permintaan beras yang terus meningkat seiring kenaikan
    jumlah penduduk. Masyarakat harus diedukasi dengan konsep diversifikasi pangan. Sumber
    karbohidrat di Indonesia tidak hanya beras saja, jagung, umbi dan sagu juga dapat dijadikan
    pilihan saat makan. Mulai melakukan inovasi untuk diversifikasi, misalnya mulai memikirkan
    substitusi kedelai sebagai bahan tempe. Terakhir, mencintai dan mengonsumsi pangan lokal.
    Makanan yang berasal dari tanah sendiri adalah yang paling baik.
    Tidak semua pangan Indonesia harus swasembada. Selain itu, kata swasembada yang FAO
    artikan adalah mencapai 90% dari kebutuhan nasional, bukan 100%. Jadi, pemenuhan pangan
    tanpa negara lain adalah tidak mungkin. Kemudian membuat prioritas dengan memperhitungkan
    keunggulan komparatif. Sehingga potensi Indonesia dapat memberikan kesejahteraan bagi
    masyarakat. Ketahanan pangan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah. Masyarakat
    juga berperan aktif dalam mengarahkan pangan Indonesia melalui pola konsumsi pangan yang
    baik.

  • Penulis : Rizqy Fachria,
    Editor: Dr. Yooce Yustiana

No Comments

Post a Comment

Your email address will not be published.

id_IDIndonesian
X