Enter your keyword

Manajemen Strategi dalam pengelolaan objek wisata alam yang berkelanjutan

Manajemen Strategi dalam pengelolaan objek wisata alam yang berkelanjutan

Manajemen Strategi dalam pengelolaan objek wisata alam yang berkelanjutan

      • Tempat dan Waktu:  
        • Ruang Multimedia Lt. 1 Labtek VI  (Tehnik )ITB
        • Kamis, 28 Februari 2018, 13.00 – 15.00 am
      • Speaker:
        • Wismo Tri Kancono (General Manager KBM Ecotourism Perum Perhutani Divre Jawa Barat-Banten)

Bandung, sith.itb.ac.id – Ekowisata, atau ecotourism, adalah topik yang sedang berkembang pesat  saat ini. Isu-isu konservasi lingkungan yang selalu dibenturkan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat dapat ditengahi melalui upaya-upaya pengelolaan sumber daya hayati yang berkelanjutan, salah satunya ecotourism. Sebagai salah satu program studi yang berkecimpung di kajian-kajian itu, Biomanajemen SITH-ITB mencoba menghadirkan praktisi yang berkecimpung langsung dalam ecotourism pada Seri Kuliah Umum Biomanajemen, 28 Februari 2019.

Pak Wismo Tri Kancono, General Manager KBM Ecotourism Perum Perhutani Divre Jawa Barat-Banten, memberikan pemaparan mengenai strategi dalam pengelolaan objek-objek wisata alam yang sedang mereka kembangkan. Sektor ekowisata saat ini sudah menjadi salah satu bisnis utama dari Perum Perhutani selain produksi kayu dan getah. Tren ini berkembang karena peran ekowisata mulai signifikan dalam coreekonomi di Indonesia. Selain berperan penting sebagai penyumbang devisa negara, ekowisata juga menjadi elemen penting dalam kampanye nasional pariwisata Wonderful Indonesia. Kita ketahui bersama, Indonesia adalah negara dengan potensi sumber daya alam dan budaya yang sangat besar. Saat ini, sudah terdapat 180 objek ekowisata yang dikelola di seluruh Jawa Barat dan Banten, diantaranya: Kawah Putih, Gunung Patuha, Curug Cilember, dan Cikole Jayagiri.

Ekowisata (ecotourism) vs Wisata Masal (mass tourism)

Beliau memaparkan bahwa ekowisata selalu berpegang pada tiga prinsip, yaitu: nature friendly, community friendly, dan tourist friendly. Hal ini diterjemahkan dalam beberapa poin penting seperti pengelolaan berbasis dampak (lingkungan, sosial, dan ekonomi), kesadaran dan kepekaan terhadap situasi sosial di sekitar objek wisata, selalu mempertimbangkan pengalaman positif pengunjung, dan pengelolaan keuntungan finansial yang baik.

Dalam konteks yang lebih sederhana, pelibatan masyarakat lokal menjadi penting dalam pengelolaan ekowisata ini. Seperti dua sisi mata uang, ekowisata ini dapat menjadi sumber ekonomi masyarakat lokal, sehingga masyarakat dapat turut aktif berpartisipasi dalam konservasi sumber daya alam yang dijadikan objek ekowisata. Kemudian, komitmen bersama untuk berbagi peran, waktu, ruang, dan hasil menjadi acuan bersama dalam mengelola kawasan ekowisata tersebut.

Dari beberapa objek wisata yang dijadikan kasus bahasan, sebagian besarnya menggunakan fasilitas alami (curug, sungai, danau, hutan, dll.) sebagai atraksi utamanya (60%). Lalu, muatan-muatan budaya (10%) dan wahana artifisial (30%) menjadi suguhan alternative di objek ekowisata. Oleh karena itu, berbeda dengan wisata masal (mass tourism) pada umumnya, ekowisata selalu berorientasi pada objek alami sebagai modal usaha utama. Sehingga, dalam inovasi-inovasi yang dilakukan untuk pengembangan ekonomi kawasan tidak berbenturan dengan kepentingan sosial dan lingkungan.

Sejak 2017, Perum Perhutani melakukan rebranding pengelolaan wisata hutannya dengan nama Canopy. Identitas ini dilengkapi dengan jaminan standar produk, pelayanan, dan pengelolaan professional yang berkualitas. Standar mutu ini diturunkan ke dalam sistem penilaian melalui 172 indikator dengan beberapa indikator mutlak. Sebelum dilabeli Canopy, setiap objek wisata perlu melakukan standardisasi terlebih dahulu. Upaya-upaya ini dilakukan dalam rangka peningkatan mutu objek-objek wisata alam yang dikembangkan untuk lebih nature friendlycommunity friendly, dan tourist friendly.

Target Wisata dan Daya Dukungnya

Bersinergi dengan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mewujudkan visinya sebagai tourism province, Perum Perhutani memanfaatkan momentum ini sebaik-baiknya. Sinergi ini diharapkan dapat menggerakkan roda-roda ekonomi di sekitar kawasan. Menargetkan sekitar 20 juta kunjungan di tahun 2019, menjadi tantangan tersendiri untuk objek ekowisata untuk tetap melayani pengunjung tanpa memberikan dampak lingkungan yang signifikan. Isu daya dukung kawasan kemudian menjadi topik hangat di sesi diskusi.

Pada pemaparan beliau dijelaskan bahwa upaya-upaya teknis sudah dilakukan dalam menghadapi potensi masalah ini. Masalah lain yang tidak luput dari perhatian pengelola kawasan juga termasuk isu-isu kebencanaan. Menanggapi isu-isu ini, upaya yang telah dilakukan diantaranya untuk memecah konsentrasi pengunjung di satu beberapa atraksi, meningkatkan pengawasan dan pelayanan terkait kebersihan kawasan, serta menerapkan sistem mitigasi bencana di lokasi.

Selain itu, pelibatan-pelibatan organisasi non-profit yang berkecimpung dalam konservasi spesies dilindungi dilakukan sebagai upaya lain dalam meningkatkan fungsi kawasan hutan. Di akhir sesi, ditekankan kembali bahwa pelibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan dengan skema komitmen yang jelas adalah aspek yang paling penting dalam rangka kolaborasi untuk melestarikan kawasan hutan sebagai sumber ekonomi yang berkelanjutan.

 

id_IDIndonesian
X