Enter your keyword

Seri Kuliah Tamu Biomanajemen Metodologi Riset Sosial dalam Mengkaji Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan

Seri Kuliah Tamu Biomanajemen Metodologi Riset Sosial dalam Mengkaji Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan

Seri Kuliah Tamu Biomanajemen Metodologi Riset Sosial dalam Mengkaji Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan

    • Tempat dan Waktu:  
      • Ruang Seminar Lantai 3 Labtek XI, SITH, ITB
      • 2 Februari 2018, 9.00 – 11.00 am
    • Speaker:
      • Yulia Indrawati Sari (Senior Researcher AKATIGA)

    Bandung – Februari 2018.

    Program studi Biomanajemen mengadakan kegiatan Seri Kuliah Tamu Biomanajemen sebagai penunjang materi perkuliahan dan sarana interaksi baik dengan praktisi maupun antar mahasiswa. Kuliah tamu pertama di tahun 2018 ini berkolaborasi dengan AKATIGA – Pusat Analisis Sosial, dengan topik ‘Metodologi Riset Sosial dalam Mengkaji Isu-Isu Pembangunan Berkelanjutan’. Kegiatan ini dihadiri oleh 31 mahasiswa, diantaranya mahasiswa Biomanajemen ITB, Biologi ITB, Rekayasa Hayati ITB, Manajemen Resort dan Leisure UPI, Antropologi UPI, Antropologi UNPAD, dan Arsitektur Landskap Pertanian Universitas Bandung Raya.

     

    Yulia Indrawati Sari sebagai pembicara dalam kuliah tamu ini menyampaikan perihal yang perlu dipahami dalam melakukan penelitian sosial. Prinsip pertama yaitu kenali dan definisikan siapa masyarakat yang sedang diteliti, dan menghindari asumsi bahwa masyarakat itu homogen. Amati kategori, kelas dan struktur sosial yang berlaku di masyarakat terlebih dahulu. Prinsip kedua yaitu mempelajari institusi dan pengaruhnya terhadap kelompok marginal; apakah menguatkan atau melemahkan kelompok miskin dan marjinal. Riset sosial, terutama AKATIGA berusaha membantu kaum marjinal dalam memperluas akses mereka terhadap sumber daya dan proses pembuatan kebijakan, terutama di area-area seperti perburuhan, usaha kecil, agraria, pembangunan berbasis masyarakat, kebijakan penganggaran, dan pelayanan publik.

     

    Kategori Kelompok

    Kelompok elit adalah masyarakat yang memiliki akses dan pengambil keputusan program-program atau dana yang masuk ke desa. Mereka memiliki kekuatan untuk mengatur dan merupakan kelompok pengambil keputusan. Walaupun kekuasaan politik tidak selalu terkait dengan kekuatan ekonomi, kelompok elit biasanya adalah kelompok yang menguasa sumber daya ekonomi. Beberapa contoh dari kelompok ini adalah kepala desa, pamong desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tuan tanah.

    Kaum marginal merupakan kaum yang tidak memiliki akses dan control dalam pengambilan keputusan. Mereka biasanya tidak diperhitungkan dalam pengambilan keputusan, dikucilkan, mereka yang merasa tidak berhak berbicara dalam suatu forum, dan biasanya mereka tidak memiliki sumber daya ekonomi. Beberapa contoh dari kaum marginal adalah kelompok buruh (buruh tani), dan perempuan kepala keluarga.

    Kelompok menengah adalah kelompok dengan definisi luas, mereka yang berada di antara elit dan marginal. Secara idealnya kelompok menengah seharusnya menjadi penampung aspirasi kaum marjinal (kaum tertinggal), namun di lapangan yang lebih sering terjadi adalah kaum menegah lebih mendekati kaum elit untuk mendapatkan power (atau masuk menjadi bagian dalam kelompok elit). Jika ada programmasuk ke desa, maka kelompok menengah biasanya akan bertugas menjadi pelaksana program. Beberapa contoh dari kelompok menengah adalah kader posyandu, dan guru.

    Jadi prinsip utama dalam penelitian sosial adalah memetakan strata di masyarakat, dan relasi antar strata. Pemahaman dan pemetaan ini menjadi basis untuk mengkaji siapakah (strata) yang mendapat manfaat, atau justru kerugian setiap program yang masuk ke desa; siapa (strata) mendapat apa. Penelitian sosial memiliki makna pembelaan terhadap kaum marginal.

    Institusi

    Institusi berbeda dengan organisasi, organisasi bisa terdapat di dalam institusi, dan institusi memiliki makna lebih luas. Institusi (pranata) yang terdiri atas aturan-aturan baik formal maupun non formal, dimana aturan ini bisa mempengaruhi atau menyebabkan strata/pengelompokan dan relasi antar kelompok.

    Dalam penelitian sosial, setiap kelompok di dalam institusi tidak memiliki full freedom atau kebebasan penuh dalam bertindak. Ada hubungan agensi dengan struktur institusi. Tindakan individu dan relasi antar kelompok dipengaruhi oleh institusi (aturan) baik formal atau informal. Biasanya penelitian hanya mengkaji institusi formal ,– undang-undang atau aturan hokum–, tetapi institusi informal seringkali lebih mempengaruhi kehidupa bermasyarakat.

    Sebagai peneliti sosial, kita mengidentifikasi kesepakatan-kesepakatan informal yang mempengaruhi kehidupan berbagai kelompok yang berlaku di masyarakat. Seperti aturan main akan pengelolaan kepemilikan lahan pertanian antara pemilik tanah dan buruh tani, hubungan relasi antara kaum laki-laki dan perempuan. Jika hal ini sudah teridentifikasi, dapat dilanjutkan dengan identifkasi kesepakatan yang mempengaruhi kelompok yang kita teliti, apakah institusi itu memperkuat hak-hak mereka ke arah yang lebih baik, ataukah institusi malah membatasi kelompok marginal.

    Peneliti harus peka dengan institusi dan pengaruhnya terhadap kelompok marginal. Sebagai contoh ketika melakukan FGD di sebuah desa, dan seluruh partisipan telah mengemukakan pendapatnya. Peneliti tidak dapat menyimpulkan bahwa FGD ini sudah sepenuhnya partisipatif. Peneliti harus peka terhadap stratifikasi di masyarakat dan aturan main informal yang terikat dengan institusi. Buruh tani sebagai kelompok marginal akan mendukung pendapat tuan tanahnya sebagai aturan main informal. Jika tuan tanah mereka mencalonkan menjadi pemimpin desa, secara tidak langsung terdapat aturan main bahwa buruh tani harus mendukungnya.

     

    Metode Penelitian

    Metode yang digunakan banyak mengambil prinsip dari metode etnografi yang dikembangkan dalam studi antropologi. Untuk menggali kelas/strata kelompok, relasi antar kelompok dan institusi (informal), peneliti setidaknya harus pergi ke lapangan, menghabiskan cukup banyak waktu untuk mengamati dan berinteraksi dengan berbagai kelompok masyarakat. Metode ini juga membantu penelitiuntuk membedakan antara jawaban normatif dan jawaban fakta.

    Salah satu cara adalah dengan partisipatif observatif, cara ini dilakukan dengan berbaur dengan penduduk. Direkomendasikan peneliti perlu tinggal dengan minimal waktu dua minggu di tengah-tengah masyarakat, mengenali desa, mengamati relasi-relasi yang terjadi antar kelompok, dan berinteraksi dengan berbagai kelompok masyarakat . Secara teknis, kegiatan ini dimulai dari perkenalan dan pendekatan dengan masyarakat lokal. Hari pertama biasanya dilakukan untuk mendapatkan ijin dari tokoh desa, menanyakan apa yang sebaikanya tidak dilakukan (tabu) di desa dan mencari tempat tinggal di desa. Kalau memungkinkan, disarankan untuk tidak tinggal (hanya) di rumah pamong desa.  Hari kedua, ada baiknya peneliti jalan-jalan keliling desa, untuk mengenali desa dan dipandu oleh mereka yang mengenali desa tetapi bukan bagian kelompok elit, seperti kader posyandu atau guru.

    Perlu diperhatikan, saat memperkenalkan diri sebaiknya peneliti jujur mengenai tujuan dan maksud kedatangan di desa mereka. Biasanya ada kelompok masyarakat yang menanyakan apa manfaat penelitian bagi mereka, peneliti jangan pernah menjanjikan apa-apa kepada masyarakat. Peneliti bisa menjelaskan bahwa peneltiian ini tidak memiliki dampak materi atau langsung, tetapi peneliti akan menindaklanjuti hasil penelitian kepada kelompok tertentu. Jika penelitian sudah selesai dan tertulis, peneliti sebaiknya memberikan hasil penelitian ke berbagai kelompok di masyarakat, termasuk kelompok marginal. Biasanya dilakukan dalam bentuk lisan. Mereka akan lebih menerima informasi melalui diskusi informal ditemani secangkir kopi dan makanan ringan.

    (Penulis: Gita Kemala & Mentari Alwasilah)

No Comments

Post a Comment

Your email address will not be published.

id_IDIndonesian
X